selamat datang peziarah digital

Alam Barzakh Digital, Dark Web dan Digital Afterlife, Kematian yang Tak Pernah Usai

Dalam tradisi eskatologi, barzakh adalah alam antara kematian dan hari penghakiman. Ia bukan sekadar tempat, tetapi sebuah fase di mana ruh manusia tidak benar-benar mati tetapi juga tidak lagi hidup dalam dimensi duniawi. Alam ini misterius, tersembunyi dari

3/28/20253 min read

white cross on green grass field during daytime
white cross on green grass field during daytime

Dalam tradisi eskatologi, barzakh adalah alam antara kematian dan hari penghakiman. Ia bukan sekadar tempat, tetapi sebuah fase di mana ruh manusia tidak benar-benar mati tetapi juga tidak lagi hidup dalam dimensi duniawi. Alam ini misterius, tersembunyi dari yang masih hidup, dan hanya dapat dipahami melalui pengalaman mistik atau wahyu.

Di era digital, muncul ruang serupa—sebuah wilayah yang berada di antara eksistensi dan ketiadaan. Ini adalah tempat di mana data tetap hidup meski pemiliknya sudah tiada. Akun media sosial dari orang yang telah meninggal masih bisa diakses, jejak digitalnya masih dapat ditelusuri, dan dalam beberapa kasus, kecerdasan buatan bahkan dapat ‘menghidupkan kembali’ seseorang melalui simulasi chatbot berbasis data percakapan masa lalu. Manusia mungkin sudah mati secara biologis, tetapi mereka masih ‘ada’ dalam bentuk digital.

Dark Web: Alam Barzakh Dunia Digital

Di dunia maya, ada lapisan internet yang tidak terlihat oleh kebanyakan orang: dark web. Berbeda dengan surface web yang dapat diakses melalui mesin pencari biasa, dark web tersembunyi di balik enkripsi dan protokol khusus, hanya bisa diakses melalui browser tertentu seperti Tor.

Dark web sering dihubungkan dengan aktivitas ilegal, tetapi di baliknya, ia adalah dunia yang penuh ambiguitas. Ia bisa menjadi ruang kebebasan bagi mereka yang ingin lolos dari pengawasan digital, namun juga bisa menjadi tempat bagi mereka yang terjebak dalam ‘kehidupan setelah kematian digital.’

Ada kasus di mana orang yang sudah meninggal tetap ‘hidup’ di dark web. Identitas yang dicuri, kredensial akun yang diperjualbelikan, bahkan eksperimen AI yang membangkitkan kembali individu secara digital—semuanya terjadi di ruang yang tidak diawasi ini. Di sinilah analogi dengan barzakh menjadi semakin relevan: sebuah tempat di mana eksistensi seseorang tidak bisa dikatakan sepenuhnya mati atau sepenuhnya hidup.

Digital Afterlife: Apakah Manusia Bisa Hidup Setelah Mati?

Dengan berkembangnya teknologi kecerdasan buatan, muncul fenomena digital afterlife—di mana seseorang bisa "hidup" dalam bentuk data, suara, bahkan avatar yang terus berinteraksi dengan dunia. Beberapa perusahaan teknologi sudah bereksperimen dengan AI yang bisa meniru kepribadian seseorang berdasarkan rekam jejak digitalnya.

Jika di alam barzakh, manusia menunggu pengadilan akhir, di ranah digital, ia bisa terus "berinteraksi" meskipun fisiknya telah tiada. Akankah suatu hari kita melihat manusia yang tidak pernah benar-benar mati, tetapi hanya berpindah eksistensi dari dunia fisik ke dunia data?

Dalam ajaran Islam, kehidupan setelah kematian digambarkan sebagai kelanjutan dari kebiasaan dan tindakan yang dilakukan seseorang semasa hidupnya. Rasulullah bersabda:

"Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)

Hadis ini menggambarkan bahwa setelah seseorang meninggal dunia, segala amal dan aktivitas dunianya akan berhenti, kecuali tiga hal yang tetap mengalir dan memberikan pahala baginya, yaitu:

Pertama. Sedekah Jariyah – Amal kebaikan yang terus memberikan manfaat bagi orang lain meskipun si pemberi sudah tiada. Contohnya membangun masjid, sumur, sekolah, atau fasilitas umum yang digunakan oleh banyak orang.

Kedua. Ilmu yang Bermanfaat – Ilmu yang telah diajarkan dan terus digunakan oleh orang lain. Misalnya, jika seseorang menulis buku, mengajar ilmu, atau menyebarkan kebaikan yang terus memberi manfaat setelah kematiannya, maka "kehidupannya" secara digital tetap berlanjut.

Ketiga. Anak Saleh yang Mendoakannya – Anak yang tetap mendoakan orang tuanya setelah mereka wafat. Doa anak yang saleh bisa menjadi amalan yang membantu orang tuanya di alam kubur dan di akhirat.

Hadis ini sejalan dengan konsep bahwa kehidupan setelah kematian bukan berarti benar-benar berhenti, tetapi bergantung pada apa yang ditinggalkan oleh seseorang. Jika seseorang meninggalkan jejak amal yang bermanfaat, ia akan tetap "hidup" dalam bentuk pengaruhnya terhadap dunia. Jika seseorang telah menyebarkan ilmu melalui tulisan, video, atau konten yang terus digunakan dan bermanfaat bagi orang lain, maka "kehidupannya" tetap berlanjut dalam bentuk digital.

Di satu sisi, dark web dan digital afterlife menawarkan kebebasan, anonimitas, bahkan keabadian. Namun, di sisi lain, ia bisa menjadi tempat bagi yang terbuang, terlupakan, atau bahkan terjebak dalam eksistensi digital yang tak bisa mereka kendalikan.

Apakah kita sedang menuju era di mana kematian tidak lagi menjadi batas akhir eksistensi? Ataukah kita justru sedang menciptakan barzakh buatan—sebuah alam di mana manusia tidak benar-benar mati tetapi juga tidak sepenuhnya hidup?

Alam barzakh, dalam konteks spiritual, adalah ruang di mana ruh mengalami transisi sebelum akhirat. Sementara itu, dark web dan dunia digital telah menciptakan ruang serupa bagi manusia modern—tempat di mana identitas bisa tetap ada meskipun tubuh biologis telah mati.

Mungkin kita tidak sedang membicarakan akhir zaman dalam bentuk apokaliptik, tetapi justru awal dari realitas baru: sebuah dunia di mana kematian tidak lagi berarti ketiadaan, tetapi hanya perubahan bentuk eksistensi.